Kwandang: Pusat perdagangan dan pertambangan di era Kolonial (1870-1891)

Authors

  • Andris K. Malae Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo, Indonesia
  • Sutrisno Mohamad Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo, Indonesia
  • Asmun Wantu Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.37905/sjppm.v2i1.272

Keywords:

Kwandang, kolonialisme, perdagangan, pertambangan, Gorontalo

Abstract

Artikel ini membahas peran Kwandang sebagai pusat perdagangan dan pertambangan pada masa kolonial Belanda antara tahun 1870 hingga 1891. Terletak di pesisir utara Gorontalo, Kwandang memiliki posisi strategis yang menghubungkan Pulau Sulawesi dengan Maluku, menjadikannya jalur utama dalam perdagangan rempah-rempah dan eksploitasi sumber daya alam, terutama emas. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang mencakup heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi untuk menganalisis dokumen arsip, laporan perdagangan, serta catatan perjalanan yang menggambarkan peran Kwandang dalam jaringan perdagangan kolonial. Metode yang digunakan adalah metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini menganalisis arsip kolonial, laporan dagang, dan catatan perjalanan Belanda untuk menggambarkan aktivitas perdagangan dan pertambangan di Kwandang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kwandang menjadi pusat penting dalam perdagangan rempah-rempah, emas, damar, dan rotan, yang melibatkan pedagang dari berbagai wilayah seperti Bugis, Makassar, dan Cina. Eksploitasi sumber daya alam di wilayah ini didorong oleh kebijakan kolonial Belanda yang juga membangun infrastruktur seperti benteng untuk mengawasi aktivitas ekonomi. Kesimpulan penelitian ini menegaskan bahwa Kwandang berperan signifikan dalam perkembangan ekonomi dan sosial Gorontalo pada masa kolonial serta menjadi bagian penting dalam dinamika kolonialisme di Indonesia.

References

De Hollander, D. J. J. (1884). Land- en volkenkunde van Nederlandsch Oost-Indië. Te Breda.

De Hollander, D. J. J. (1877). Nederlandsch Oost-Indië, voor de cadetten, bestemd voor den dienst in die gewesten. Koninklijke Militaire Academie.

De Loos, D. (1890). Diamant en edele metalen. Gesteenten en mineralen van Nederlandsch Oost-Indië.

Derde Jaargang. (1840). Neerlands Indie, tijdschrift.

Dagblad Haarlem. (1907, August 1). Beursbericht van Merens & Tieleman.

De Indische Mercuur. (1907, June 8). Exploratie en mijnbouw Maatshappij, Kwandang-Soemalata.

Hasanuddin. (2017). Perdagangan orang Bugis di kawasan Teluk Tomini masa kolonial Belanda. Jurnal Patrawidya, 18(2), 217–227.

Land en Volk van Dinsdag. (1906, October 30).

Nasir, M. (2020). Pendayagunaan sumber daya filantropi perspektif hadis: Studi peran Baznas Kota Gorontalo. Jurnal Ilmiah AL-Jauhari: Jurnal Studi Islam dan Interdisipliner, 5(2), 192–209.

Saptaningrum, I., Anwar, H., Sari, V. S., & Handoko, W. (2021). Tumotowa Benteng Kota Mas di Gorontalo Utara dalam jaringan perniagaan di wilayah perairan Sulawesi abad 17-19 M. Fort Kota Mas in North Gorontalo Within Commercial Network in Celebes Sea 17-19 AD, 4(1), 33–44.

Von Rosenberg, C. B. H. (1865). Taal, land-en volkenkunde. Koninklijk Instituut.

Van Onse Lieve Vrouw van Het Heilio Hart. (1930, February 1).

Yunus, R., Manay, H., Malae A. K. (2023). Pohuwato: Sejarah dan nilai kebangsaan. Ideas Publishing. https://books.google.com/books?hl=en&lr=&id=ti-yEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR1&dq=pemindahan+ibu+kota+negara+dan+respon+masyarakat&ots=3r05x3xpjE&sig=EdPp-y-JOFv-_uaN8UfVHoQUxwM.

Downloads

Published

2024-11-26

How to Cite

Malae, A. K., Mohamad, S., & Wantu, A. (2024). Kwandang: Pusat perdagangan dan pertambangan di era Kolonial (1870-1891). Sosiologi Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(1), 47–51. https://doi.org/10.37905/sjppm.v2i1.272